Pembubaran aksi massa saat demo akbar pada 4 November yang lalu dinilai sebagai penghinaan terhadap para ulama dan habaib yang dilakukan oleh Istana.
Kegiatan yang digelar pada Sabtu (11/2) itu akan diikuti sejumlah kelompok massa dari luar Jakarta.
Para bidan harian lepas nekad melakukan aksi mogok dan aksi massa karena Pemerintah Kabupaten Sukabumi tidak pernah memberikan status kepegawaian yang jelas kepada para bidan harian lepas.
Aksi massa yang tergabung dalam Serikat Pekerja Awak Mobil Tangki (SP-AMT) berhasil menghadang iring-iringan mobil Presiden Jokowi, saat melintas di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (13/2) malam.
Partai Demokrat memastikan tidak ikut dalam aksi massa pada 22 Mei 2019. Aksi tersebut diinisiasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Kelompok mahasiswa Cipayung Plus menyatakan perlawanan terhadap aksi massa 22 Mei, jika bertujuan melawan pemerintahan yang sah dan melanggar.
Dalam kondisi terdesak, terlihat kepolisian sempat melakukan pergantian pasukan. Pasukan pengganti masih menggunakan pentungan, bertameng, dan pelontar gas air mata.
Aparat kepolisian bentrok dengan aksi massa. Polisi terus memukul mundur hingga kawasan Tanah Abang. Bahkan, sejumlah massa sempat melakukan pembakaran.
Pasukan tambahan itu dikumpulkan di depan Hotel Simple Inn, Jalan Wahid Hasyim, dan langsung membentuk barisan baru yang lebih padat dari sebelumnya.
Aparat kepolisian masih terus berupaya membubarkan aksi massa. Petugas kepolisian mengimbau agar massa membubarkan diri dan sekaligus mengingatkan untuk sahur.